Monday, July 4, 2016

PROFESIONALISME GURU DAN KUALITAS PENDIDIKAN



Produk pendidikan sebetulnya bukan hanya menjadi kebutuhan orang-orang pendidikan saja, tetapi semua aspek kehidupan kita membutuhkan produk pendidikan tersebut. Produk pendidikan itu berkaitan dengan tenaga pendidik yaitu guru. Sekarang ini tentang profesionalisme guru sedang marak dibicarakan dan dicari solusinya. Pertanyaannya mengapa sedemikian penting guru itu harus profesional? Apakah pengaruhnya dari profesionalisme guru itu terhadap produk pendidikan? Inilah permasalahan-permasalahan yang hendaknya dicari solusinya.
Sekarang ini kita hidup pada era globalisasi dengan menghadapi sejumlah tantangan. Global atau globalisasi merupakan kata-kata klise yang sering diungkapkan di mana-mana. Globalisasi merupakan fenomena tidak adanya batas-batas antara negara di dunia ini. Peristiswa yang terjadi di suatu negara, maka dalam sekejap akan diketahui oleh orang-orang di negara lainnya. Globalisasi pada awalnya hanya terjadi pada tiga aspek yaitu 3 F, food atau makanan, fashion atau pakaian, dan fun atau hiburan. Namun sekarang ini globalisasi sudah merambah ke berbagai kehidupan. Implikasinya berhubungan dengan persaingan, perdagangan, bahkan produk, inilah yang menadi tantangan dunia global. Oleh karena itu kita harus menguasai kunci-kunci untuk bisa bergaul secara global untuk merebut peluang dalam persaingan-persaingan di era global ini. Dalam dunia yang yang sudah global ini perubahan yang terjadi dalam berbagai aspek kehidupan berlangsung sangat cepat karena pengaruh informasi yang datang silih berganti sehingga susah untuk dikendalikan. Tantangan lainnya adalah terjadinya konflik dan krisis di mana-mana. Perubahan-perubahan itu ada pula yang menunjukkan sejumlah kemajuan-kemajuan yang juga memberikan tantangan, seperti kemajuan dalam bidang sains dan teknologi, revolusi teknologi informasi dan komunikasi, bahkan bidang politik yaitu demokrasi pun berkembang dengan cepat, meskipun di kalangan kita masih ada yang tidak demokratis. Di samping itu pun kita menghadapi berbagai macam ancaman seperti adanya gap antara yang kuat dengan yang lemah maupun yang kaya dengan yang miskin, dan sebagainya yang kita amati dalam kehidupan sehari-hari. Persoalannya, bahwa kita sudah mempunyai Undang-Undang yang di dalamnya ada standar-standar pendidikan nasional yang harus dicapai.
Di dalam Undang-Undang Nomor. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual, mengembangkan kesehatan dan akhlak mulia dari peserta didik. Selanjutnya membentuk peserta didik yang terampil, kreatif, dan mandiri. Tujuan ini merupakan tantangan bagi para pendidik (guru), karena tujuan itu merupakan modal dasar bagi peserta didik dalam mengarungi kehidupan abad sekarang dan masa datang yang sudah mengglobal dan penuh tantangan. Peserta didik dituntut untuk terampil dan penuh dengan keterampilan mengembangkan kreatifitasnya. Tantangan lainnya adalah efek negatif dari perkembangan sains dan teknologi seperti berbagai tampilan atau tontonan dari alat-alat teknologi informasi, meskipun efek positifnya lebih banyak. Untuk mencapai tujuan pendidikan dan memecahkan permasalahan pendidikan diperlukan guru yang professional.
Guru Profesional KBM Berkualitas Pendidikan Berkualitas SDM Berkualitas

Profesionalisme Guru
Profesionalisme guru berkorelasi dengan kualitas produk pendidikan. Guru yang professional menjadikan pendidikan atau proses pembelajaran yang berkualitas, sehingga peserta didik pun senang mengikuti proses pembelajaran tersebut, sehingga sumber manusia yang dihasilkan dari lulusan sekolah berkualitas dan nantinya bisa bersaing di era globalisasi. Sebaliknya guru yang tidak profesional bisa menjadikan pendidikan yang tidak berkualitas. Peningkatan profesionalisme guru ini misinya yaitu terwujudnya penyelenggaraan pendidikan atau pembelajaran sesuai denan prinsip-prinsip profesionalilitas, untuk memenuhi hak yang sama bagi setiap warga negara memperoleh pendidikan yang bermutu. Berdasarkan berbagai penelitian kualitas pendidikan ditentukan oleh 60% kualitas guru. Jika kualitas gurunya jelek, maka 60% jelek pula kualitas pendidikan. Sebaliknya jika kualitas gurunya baik, maka 60% kualitas pendidikan juga baik dan 40% lainnya dipengaruhi oleh berbagai faktor lainnya. Artinya jika pendidikan ingin maju, maka harus dimulai dulu dari gurunya. Guru memang benar-benar faktor kunci kalau ingin memajukan pendidikan. Itulah sebabnya lahirlah Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen yang menyatakan bahwa guru dan dosen adalah jabatan professional. Jabatan professional adalah jabatan yang memerlukan kemampuan tertentu dan latar belakang pendidikan tertentu. Guru akan meningkat secara professional dan meningkat pula kesejahteraannya. Jadi di samping penuh beban juga ada kesempatan untuk memperoleh kesejahteraan.
Guru itu kalau mau benar-benar dihargai dan dihormati orang, maka harus menjadi jabatan profesional. Orang yang bukan lulusan fakultas keguruan tidak akan menjadi guru bagaimanapun pintarnya, tetapi prakteknya terkadang siapa saja bisa jadi guru. Oleh karena itulah pemerintah menertibkannya dengan mensyaratkan bahwa untuk menjadi guru harus lulusan S1 dari perguraan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan keguruan yang terakreditasi, dan harus memperoleh sertifikat sebagai tenaga pendidik. Di dalam undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20. Tahun 2005, dinyatakan bahwa lembaga pendidikan yang tidak punya hak mengeluarkan ijazah sarjana tetapi mengeluarkan ijazah tersebut, maka akan dituntut dan dijatuhi hukuman dengan denda satu milyar rupiah atau penjara selama dua tahun.
Kedudukan guru sebagai tenaga professional pada jenjang pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang dibuktikan dengan sertifikat pendidik. Guru berfungsi meningkatkan martabat dan perannya sebagai agen pembelajaran, pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta meningkatkan mutu pendidikan nasional. Tujuan guru adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Kedudukan guru sebagai tenaga pengajar professional mempunyai visi dan misi. Visinya adalah terwujudnya penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalitas untuk memenuhi hak yang sama bagi setiap warga negara dalam memperoleh pendidikan yang bermutu. Misinya adalah mengangkat martabat tenaga pengajar, menjamin hak dan kewajiban tenaga pengajar, meningkatkan kompetensi tenaga pengajar, memajukan profesi serta karier tenaga pengajar, meningkatkan mutu pembelajaran, meningkatkan mutu pendidikan nasional, mengurangi kesenjangan ketersediaan tenaga pengajar antardaerah dari segi jumlah, mutu kualifikasi akademik, dan kompetensi. Misi lainnya adalah mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antardaerah dan meningkatkan pelayanan pendidikan yang bermutu.
Guru menurut Undang-Undang tentang Guru (2003:2) adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Guru sebagai tenaga profesional mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu. Oleh karena itu perlu diperhatikan beberapa prinsip profesi guru. Profesi guru merupakan bidang khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.      Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme.
2.      Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia.
3.      Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas.
4.      Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.
5.      Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan.
6.      Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja.
7.      Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat.
8.      Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
9.      Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan.
Profesionalisasi guru masih merupakan sesuatu hal yang ideal, namun bukan sesuatu yang mustahil untuk diwujudkan, justeru profesionalisasi guru akan menjadi tantangan bagi siapa saja yang berkecimpung dan bertanggung jawab terhadap pekerjaan sebagai guru. Oleh karena itu tantangan tentang guru profesional itu diharapkan dapat lebih mendekatkan kepada suatu tujuan produk pendidikan yang baik. Keahlian seorang guru secara profesional belum dapat menjamin sepenuhnya bahwa cara-cara atau prosedur kerja dan teknik yang digunakan dalam mengajar akan dapat menyebabkan peserta didik memperoleh hasil belajar sesuai dengan yang diinginkan. Suatu cara yang cocok digunakan untuk mengajar suatu materi pembelajaran kepada individu atau sekelompok individu, belum tentu cocok untuk yang lain. Demikian pula di tangan seorang guru mungkin suatu cara efektif, namun di tangan yang lain tidak efektif.
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran. Kemudian, meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Selain itu, bertindak obyektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran. Agar guru dapat melaksanakan fungsinya keprofesionalannya, maka harus mempunyai ciri-ciri, yaitu mempunyai penguasaan ilmu yang harus diajarkan kepada peserta didik. memiliki kemampuan mengajar, meliputi perencanaan, pelaksanaan mengajar dan efisiensi, guru perlu menciptakan suasana belajar yang memungkinkan peserta didik mau belajar, dengan cara membina hubungan kepercayaan satu sama lainnya, dan mengembangkan minat mengajarkan ilmunya kepada peserta didik. Jika guru mempunyai minat besar untuk mengajar, maka akan selalu berusaha untuk meningkatkan efektivitas mengajarnya. Oleh karena itu dituntut kompetensi atau kemampuan profesional dari seorang guru.

Kompetensi Guru
Kompetensi atau kemampuan ini ditunjang oleh konsep dan teori yang mantap. Hal ini menyebabkan prosedur kerja serta teknik melaksanakan pekerjaan itu membawa hasil yang jelas. Secara sederhana kompetensi berarti kemampuan. Suatu jenis pekerjaan tertentu dapat dilakukan seseorang jika ia memiliki kemampuan. Jika dikaji lebih dalam lagi, kompetensi ternyata mempunyai arti cukup luas karena kompetensi bukan semata-mata menunjukkan pada keterampilan dalam melakukan sesuatu. Lebih dari itu, kompetensi ditunjang oleh latar belakang pengetahuan, adanya penampilan atau performance, kegiatan yang menggunakan prosedur dan teknik yang jelas hingga mendapatkan hasil. Kajian tentang kompetensi sangat besar artinya dalam membina dan mengembangkan suatu jenis perkerjaan tertentu. Karena kompetensi merupakan ciri dari suatu jabatan atau pekerjaan tertentu. Dengan mengenali ciri-ciri itu, dapatlah dilakukan analisis tugas tentang suatu pekerjaan berdasarkan kompetensi.
Kompetensi guru erat kaitannya dengan profesionalisasi guru. Profesi keguruan merupakan jabatan yang dilandasi oleh berbagai kemampuan dan keahlian yang bertalian dengan keguruan. Oleh karena itu untuk memahami tugas pekerjaan guru, maka dapatlah dilakukan pengenalan terhadap kompetensinya. Kompetensi profesional guru menggambarkan tentang kemampuan yang dituntutkan kepada seseorang yang memangku jabatan sebagai guru. Artinya kemampuan yang ditampilkan itu menjadi ciri keprofesionalannya. Tidak semua kompetensi yang dimiliki seseorang menunjukkan bahwa ia adalah profesional. Ada berbagai variasi kemampuan atau kompetensi yang dimiliki. Variasi itu menunjukkan pada tingkat jabatan yang dipangkunya. Karena kompetensi profesional tidak hanya menunjukkan kepada apa dan bagaimana melakukan pekerjaan semata-mata. Melainkan juga menguasai rasional mengapa hal itu dilakukan berdasarkan konsep dan teori tertentu.
Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kompetensi Guru menjelaskan bahwa kompetensi yang diperlukan oleh guru terbagi atas empat kategori, yaitu kompetensi pedagogik (akademik), kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial (kemasyarakatan). Keempat macam kompetensi ini dijadikan landasan dalam rangka mengembangkan sistem pendidikan tenaga kependidikan. Oleh karena itu dapatlah dipandang, bahwa keempat macam kompetensi di atas sebagai tolok ukur bagi keberhasilan pendidikan tenaga kependidikan.
Kompetensi pedagogik atau akademik ini merujuk kepada kemampuan guru untuk mengelola proses belajar mengajar, termasuk didalamnya perencanaan dan pelaksanaan, evaluasi hasil belajar mengajar dan pengembangan peserta didik sebagai individu-individu. Guru tidak hanya mengajar tetapi juga mampu mendidik. Kompetensi pribadi yaitu mengkaji dedikasi dan loyalitas guru. Mereka harus tegar, dewasa, bijak, tegas, dapat menjadi contoh bagi para peserta didik dan memiliki kepribadian/akhlak mulia. Kompetensi sosial (kemasyarakatan) merujuk kepada kemampuan guru untuk menjadi bagian dari masyarakat, berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dengan para peserta didik, para guru lain, staf pendidikan lainnya, orang tua dan wali peserta didik serta masyarakat. Guru memiliki kemampuan bersosialisasi, kemampuan menjadi agent of change di dalam lingkungan masyarakat. Kompetensi profesional merujuk pada kemampuan guru untuk menguasai materi pembelajaran. Guru harus memiliki pengetahuan yang baik mengenai subyek yang diajarkan, mampu mengikuti kode etik profesional dan menjaga serta mengembangkan kemampuan profesionalnya.
Kompetensi-kompetensi ini harus dibuktikan dengan sertifikat pendidik. Jadi kompetensi ini dibangun bukan hanya melalui Strata 1(S1) atau Diploma IV (D IV), tetapi juga melalui pendidikan profesi yang nantinya memperoleh sertifikat sebagai pendidik. Guna memiliki kompetensi-kompetensi ini, maka guru hendaknya menyiapkan dan menunjukkan sebuah portofolio profesional sebagai profesionalisasi seorang guru. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2007, untuk memperoleh sertifikat profesional sebagai guru, guru harus menunjukkan kemampuan “melakukan refleksi untuk memperbaiki kualitas pembelajaran” menggunakan hasil refleksi untuk memperbaiki kualitas pembelajaran dalam mata pelajaran mereka dan “mengembangkan profesionalisme mereka.” Salah satu cara membantu guru melakukan refleksi untuk memperbaiki kualitas pembelajaran adalah dengan dibuatnya format refleksi pembelajaran yaitu catatan yang harus guru tulis untuk mengetahui kemajuan pembelajaran yang disajikannya. Manfaatnya membantu guru menuliskan pengalaman, perasaan dan informasi yang dipelajari. Format ini berisikan materi pembelajaran yang menarik dan ingin ditindaklanjuti lebih mendalam. Tulisan ini akan berlaku secara kontinyu dan terus berkembang, Format ini mendeskripsikan reaksi guru terhadap apa saja yang telah dipelajari, dan bukan hanya rangkuman materi pembelajaran yang dibacanya. Tulisan refleksi ini dapat memberitahu diri sendiri apa yang telah guru pelajari. Guru dapat menilai kemajuan yang telah dilakukan. Guru pun dapat memperhatikan kesenjangan antara pengetahuan dan keterampilan yang dikuasainya.
Secara nasional komposisi guru menunjukkan bahwa guru Taman Kanak-kanak (TK) termasuk Raudathul Atfal (RA yang sederajat dengan TK) yang masih jenjang atau lulusan SLTA jumlahnya sebanyak 110.000 orang dari jumlah 174.000 guru TK, jadi lulusan S1-nya baru 18.000 orang, kemudian yang lulusan D3 hanya 3000 orang, lulusan D2 berjumlah 32.000 orang, dan lulusan D1 sebanyak 9000 orang. Kemudian guru SD jumlahnya 1.454.000 orang termasuk MI, sehingga secara nasional jumlah guru semuanya 2.857.000, tetapi masih ada yang jadi permasalahan yaitu yang belum lulus S1 sebanyak 1.800.000 orang, sedangkan pendidikan profesi harus tuntas dalam waktu 10 tahun setelah undang-undang dilaksanakan. Undang-undang ini dikeluarkan tahun 2005. Jadi pada tahun 2015 harus sudah tersertifikasi dan mereka harus lulus S1 telebih dahulu. Sekarang kita lihat guru madrasah yang jumlahnya 513 orang dan berapa orang yang sudah S1, mungkin kurang dari separuhnya saja dan sisanya kurang lebih 300 orang belum S1. Oleh karena itu ada kebijakan yang sedang dirancang yaitu sistem belajar dualmode system.

Permasalahan dalam Meningkatkan Profesionalisasi Guru
Dalam mewujudkan tuntutan kemampuan profesionalisasi guru seringkali dihadapkan pada berbagai permasalahan yang dapat menghambat perwujudannya. Permasalahan yang dihadapi dalam meningkatkan kemampuan profesional para guru melaksanakan pembelajaran dapat digolongkan ke dalam dua macam, yaitu permasalahan yang ada dalam diri guru itu sendiri (internal), dan permasalahan yang ada di luar diri guru (eksternal). Permasalahan internal menyangkut sikap guru yang masih konservatif, rendahnya motivasi guru untuk mengembangkan kompetensinya, dan guru kurang/tidak mengikuti berbagai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan permasalahan eksternal menyangkut sarana dan prasarana yang terbatas.
a.        Sikap Konservatif Guru
Suatu perubahan dalam menerapkan ide atau konsep menuntut adanya perubahan dalam pola kerja pelaksanaan tugas kependidikan. Agar pola kerja itu sesuai, maka perlu pula dimiliki berbagai kemampuan yang ditunjang oleh wawasan dan pengetahuan baru yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tentang hal itu. Namun hal ini akan mendapatkan hambatan jika guru memiliki sikap konservatif. Sikap konservatif guru menunjukkan pada tingkah laku guru yang lebih mengarah pada mempertahankan cara yang biasa dilakukan dari waktu ke waktu dalam melaksanakan tugas, atau ingin mempertahankan cara lama (konservatif), mengingat cara yang dipandang baru pada umumnya menuntut berbagai perubahan dalam pola-pola kerja. Guru-guru yang masih memiliki sikap konservatif, memandang bahwa tuntutan semacam itu merupakan tambahan beban kerja bagi dirinya. Guru-guru semacam ini biasanya mengaitkan tuntutan itu dengan kepentingan diri sendiri semata-mata, tanpa memperdulikan tuntutan yang sebenarnya dari hasil pelaksanaan tugasnya.
Tumbuhnya sikap konservatif di kalangan guru, diantaranya dikarenakan oleh adanya pandangan yang dimiliki guru yang bersangkutan tentang mengajar. Guru yang berpandangan bahwa mengajar berarti menyampaikan materi pembelajaran, cenderung untuk bersikap konservatif atau cenderung mempertahankan cara mengajar dengan hanya sekedar menyampaikan materi pembelajaran. Sebaliknya, guru yang berpandangan bahwa mengajar adalah upaya memberi kemudahan belajar, selalu mempertanyakan apakah tugas mengajar yang dilaksanakan sudah berupaya memberi kemudahan bagi peserta didik untuk belajar. Guru demikian biasanya selalu melihat hasil belajar peserta didik sebagai tolok ukur keberhasilan pelaksanaan tugas. Hasil belajar peserta didik dijadikan balikan untuk menilai keberhasilan dirinya dalam mengajar. Berdasarkan balikan itu selalu diupayakan untuk memperbaiki, sehingga kualitas atau mutu keberhasilannya selalu meningkat. Para guru sepatutnya menyadari, bahwa menduduki jabatan profesional sebagai guru, tidak semata-mata menuntut pelaksanaan tugas sebagaimana adanya, tetapi juga memperdulikan apa yang seharusnya dicapai dari pelaksanaan tugasnya. Dengan adanya keperdulian terhadap apa yang seharusnya dicapai dalam melaksanakan tugas, dapat diharapkan tumbuh sikap inovatif, yaitu kecenderungan untuk selalu berupaya memperbaiki hasil yang selama ini telah dicapai, sehingga tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya selalu dilaksanakan dan diupayakan untuk selalu meningkat.

b.     Rendahnya Motivasi Guru untuk Meningkatkan Kompetensinya
Motivasi untuk meningkatkan kompetensi melaksanakan tugas profesional sebagai guru bisa muncul dari dalam diri sendiri atau motivasi yang dirangsang dari luar dirinya. Motivasi dari dalam diri (intrinsik) seperti keinginan, minat dan ketertarikan untuk melakukan suatu pekerjaan. Motivasi untuk melakukan suatu pekerjaan atau kegiatan akan muncul jika kegiatan yang dilakukan dirasakan mempunyai nilai intrinsik atau berarti bagi dirinya sendiri. Hal ini mempunyai keterkaitan dengan pemenuhan kebutuhan. Jadi, dorongan untuk meningkatkan kemampuan profesional dapat muncul jika peningkatan kemampuan tersebut mempuyai dampak terhadap pemenuhan kebutuhan-kebutuhan. Sedangkan motivasi dari luar diirinya (ekstrinsik) seperti ingin mendapatkan hadiah atau pengahargaan. Motivasi yang muncul dari dalam diri sendiri lebih berarti dibandingkan dengan dorongan yang muncul dari luar diri. Motivasi semacam ini tidak bersifat sementara, dan menjadi prasyarat bagi tumbuhnya upaya meningkatkan kemampuan. Jika dorongan itu ada, maka rintangan atau hambatan apapun, serta betapapun beratnya tugas yang dihadapi akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

c.      Kurang/Tidak Mengikuti Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Dewasa ini telah banyak dicapai berbagai perkembangan dalam dunia pendidikan yang bertujuan meningkatkan mutu hasil belajar peserta didik. Informasi mengenai hal itu banyak diperoleh dari berbagai literatur, buku-buku teks, majalah, jurnal, pemberitaan berbagai media massa, dan dari hasil teknologi informasi dan komunikasi, seperti komputer dengan internetnya.. Setiap perkembangan atau kemajuan yang dicapai merupakan alternatif bagi guru untuk berupaya meningkatkan mutu pembelajaran yang dilaksanakan. Dari berbagai alternatif itu dapat dipilih alternatif mana yang akan digunakan. Bagi guru yang mengikuti berbagai perkembangan dan kemajuan yang dicapai dalam dunia pendidikan, mengikuti berbagai perkembangan tersebut, merupakan kebutuhan untuk meningkatkan prestasi kerja. Di samping itu, guru yang bersangkutan pun menganggap bahwa hal semacam itu merupakan tambahan pengetahuan yang dapat memperkaya wawasan. Dengan dibarengi motivasi yang tinggi serta sikap inovatif, berbagai informasi yang didapat bukan hanya memperkaya alternatif pilihan untuk melaksanakan tugas, tetapi juga dapat menjadi dasar membuat kreasi dari perpaduan berbagai alternatif, yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan kerjanya. Ini berarti, dia pun telah memberi sumbangan yang berarti bagi dunia pendidikan dan upaya meningkatkan mutu pendidikan. Sebaliknya, bagi guru yang tidak mengikuti berbagai perkembangan dan kemajuan, beranggapan bahwa semua kemajuan yang dicapai tidak mempunyai arti, baik bagi dirinya maupun bagi peserta didiknya. Dengan demikian, dia pun cenderung untuk mempertahankan pula pola kerja yang selama ini dipegang dan tidak ada upaya untuk meningkatkan kemampuan profesional dirinya sendiri.

d.     Sarana dan Prasarana yang Terbatas
Pendidikan biasanya menuntut tersedianya sarana dan prasarana yang memadai dan mendukung. Sarana dan prasarana itu tidak harus berupa berbagai peralatan yang canggih, melainkan disesuaikan dengan kebutuhan yang memungkinkan untuk diwujudkan. Betapa pun lengkap dan canggihnya sarana yang tersedia, jika masih ada masalah-masalah seperti gurunya konservatif tidak mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknolgi serta motivasi untuk meningkatkan kinerja lemah, maka ada kecenderungan pengadaan sarana dan prasarana kurang bermanfaat. Sebaliknya, jika masalah-masalah itu dapat diatasi, sarana dan prasarananya terbatas, maka tidak akan mendukung keberhasilan pendidikan atau pembelajaran.


Alternatif Upaya Peningkatan Kemampuan Pribadi Guru
Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan dalam meningkatkan profesionalisasi guru tersebut, diantaranya dapat dilakukan dengan menumbuhkan kreativitas guru di lapangan yang menjadi “ujung tombak” dalam penyelenggaraan pendidikan. Kreativitas secara umum dipengaruhi kemunculannya oleh adanya berbagai kemampuan yang dimiliki, sikap dan minat yang positif tinggi pada bidang pekerjaan yang ditekuni, serta kecakapan melaksanakan tugas-tugas. Kreativitas guru, bisanya diartikan sebagai kemampuan menciptakan sesuatu dalam sistem pendidikan atau proses pembelajaran yang benar-benar baru dan orisinil (asli ciptaan sendiri), atau dapat saja merupakan modifikasi dari berbagai proses pembelajaran yang ada sehingga menghasilkan bentuk baru.
Dalam praktek kependidikan, pada umumnya perubahan-perubahan yang terjadi menggunakan prosedur yang menimbulkan kesan seolah-olah para guru sebagai pelaksana di lapangan kurang memiliki kreativitas untuk memperbaiki mutu hasil belajar peserta didiknya. Padahal ada kemungkinan para guru mempuyai ide yang kreatif yang dapat menjadi sumber berharga bagi upaya peningkatan mutu pendidikan. Guru adalah orang yang paling mengetahui kondisi dan permasalahan belajar yang dihadapi oleh para peserta didiknya karena hampir setiap hari berhadapan dengan mereka. Guru kreatif selalu mencari cara bagaimana agar proses belajar mencapai hasil sesuai dengan tujuan, serta berupaya menyesuaikan pola-pola tingkah lakunya dalam mengajar sesuai dengan tuntutan pencapaian tujuan, dengan mempertimbangkan faktor situasi kondisi belajar peserta didik. Kreativitas yang demikian, memungkinkan guru yang bersangkutan menemukan bentuk-bentuk mengajar yang sesuai, terutama dalam memberi bimbingan, rangsangan dorongan, dan arahan agar peserta didik dapat belajar secara efektif. Tumbuhnya kreativitas di kalangan para guru memungkinkan terwujudnya ide perubahan dan upaya peningkatan secara terus menerus, dan sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan masyarakat di mana sekolah berada. Di samping itu, tuntutan untuk meningkatkan kemampuan profesional pun muncul dari dalam diri sendiri, tanpa menunggu ide ataupun perintah dari pihak manapun.

 DAFTAR PUSTAKA
Biggs, Morris L., (1982). Learning Teories for Teaching. New York: Harper & Row, Publisher.
Chauhan, S.S., (1979). Innovation in Teaching Learning Process, New Delhi: Vikas Publishing Hoyse, Pvt.Ltd.
Decentralized Basic Education Project, (2007). Better Teaching Learning. Jakarta: AED.
Design by Abdul Munir | Edited By Djava.Jr | Supported By VanLou