Tuesday, July 16, 2013

Dialog Seputar Masalah Puasa

S O A L :

Adakah bathal shaum orang yang dipompa kemalu­annya lantaran saklt kencing ?
Bathalkah shaum orang yang di-injeksi dengan obat yang masuk pada segala urat-urat badan ?
Bathalkah shaum orang yang dipompa jalan buang air besarnya dengan air sabun, lantaran payah buang air besar ?

J A W A B :

Menurut Qur-an dan Hadiets yang shahih, tidak ada yang membathalkan shaum, melainkan dua perkara, yaitu bercampur laki-isteri dan makan-minum.
Selain dari dua itu, tidak ada yang membathalkan shaum.
Adapun hal pompa lobang kencing, injeksi dengan obat yang masuk pada sekalian urat-urat dan juga pompa lobang buang air besar dengan air sabun itu sekalian, tidak masuk bilangan makan atau minum atau bercampur laki-istri, oleh sebab itu tak dapat dikatakan bathal shaum dengan perbuatan-perbuatan itu.
Kita tahu memang ada banyak 'ulama' kita menganggap perkara-perkara yang tersebut itu membathalkan shaum.
'Ulama' yang mempunyai anggapan begitu, kita harap suka memberi keterangan dari Qur-an atau Hadiets, jangan dari perkataan 'ulama'-'ulama' saja, karena kita sama mengetahui, bahwa 'ulama'-ulama' tidak sekali-kali berhak mengharamkan atau menghalalkan sesuatu melainkan dengan keterangan dari Allah atau RasulNya.
Cobalah saudara-saudara fikir, bahwa Nabi kita sendiri tidak berani menghukum sesuatu melainkan sesudah dapat wahyu dari Allah
Kalau begitu hal Nabi s.a.w., betapakah boleh 'ulama' mem­bilang halal itu dan haram ini dengan tidak ada keterangan ?

SOAL:
1.      Apakah hukumnya seseorang memperbuat sedekah malam 21, 23, 25, 27 dan 29 di tiap-tiap bulan Ramadlan ?
2.      Apa hukum memasang teng (lampu) di rumah dan me­masang petasan (mercon) pada malam-malam yang tersebut itu ?
3.      Apakah betul malam-malam yang tersebut itu dinamakan matam lailatul-qadar?
4.      Apa hukum orang ziarah kubur orang-orang tuanya atau kubur keramat pada tanggal 1 Syauwal serta pasang petasan di­sana, katanya hendak membangunkan orang yang dikubur itu ?

JAWAB:

a. Bersedekah di waqtu mana saja hukumnya sunnat. Te­tapi orang yang bersedekah dengan menentukan malam 21, 23, 25. 27 dan 29 itu, tentu dengan i'tiqad' bahwa bersedekah pada malam-malam itu, ada lebih besar pahalanya daripada waqtu yang lain-lain.
Kalau tidak ada i'tiqadnya begitu, tentu tidak perlu ia tentukan malam-malam yang tersebut tadi.
Bersedekah pada malam 21, 23, 25, 27 dan 29 dengan tentu begitu, tidak ada tersebut di dalam Qur-an dan sepanjang pemeriksaan kami tidak ada di dalam Hadiets dan tidak pernah diper­buat oleh Shahabat-shahabat atau imam-imam.
Meng-i'tiqadkan sesuatu dengan tidak ada keterangan dari Agama itu, dinamakan i'tiqad bid'ah.

JAWAB:

b. Memasang lampu, pelita dan sebagainya untuk menerangkan rumah tangga, masjid dan jalan yang gelap di sembarang waktu itu memang perlu, tetapi berlebih-lebih daripada mesti itu, dinamakan tabdzir, yaitu belanja sia-sia, dan orang ­orang yang belanja sia-sia itu berdosa. Firman Allah.


Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang tabdzir itu, saudara bagi syaithan.
(Q. Bani Israil, 27)

Adapun membakar petasan itu, walaupun seharga setengah sen, walaupun di hariraya, hukumnya tabdzir seperti yang tersebut di atas itu.

JAWAB:

c. Memang betul ada riwayat yang menunjukkan, bahwa malam l a i l a t u l- q a d a r itu, jatuhnya pada salah satu malam yang tersebut itu.
Tetapi pada malam-malam itu, tidak diperintah kita pasang lampu, pelita dan sebagainya. Hanya diperintah kita mengerjakan shalat dengan sungguh-sungguh hati pada malam 21 sampai 30. Difaham daripada Hadiets lailatul-qadar, bahwa besar pahala orang yang shalatnya jatuh pada malam itu.

JAWAB:

d. Ziarah kubur itu memang disunnatkan oleh Nabi kita s.a. w.
Cara Nabi ziarah kubur itu, ialah dengan memberi salam :

Artinya : Mudah-rnudahan sejahtera (dari Allah turun) di atas kamu ahli kubur, yang Mu'min dan Muslim. Jika dikehendaki oleh Allah, kami akan berjumpa kamu. Kami mohon keselamatan untuk kami dan untuk kamu.
(H.S.R. Muslim)

Sesudah itu ia do'akan simati Mudah-mudahan Allah ampun­kan dosa mereka. Di dalam hal ziarah kubur itu, Nabi kita tidak tentukan kubur si-anu atau si-ini, dan tidak pula ia perintah begitu.
Sudah tentu sebagusnya kita kerjakan begitu juga, karena di dalam ziarah itu ada dua maqshud :
Pertama, sabda Nabi s.a.w. :


 Artinya : Ziarahlah kubur, karena ziarah kubur itu mengingat-kan kamu kepada akhirat.
(H.S.R. Muslim)

Kedua, mendo'akan simati, sebagaimana yang dikerjakan oleh Nabi s.a.w. itu.
Maka maqshud yang pertama itu bisa hasil dengan semata­mata ziarah ke kuburan, sebagaimana yang dikerjakan oleh Nabi. Tidak perlu kubur ibu, bapa, keramat atau lainnya.
Maqshud yang kedua, yaitu mendo'akan simati, bisa hasil bagi ibu-bapa dengan do'a yang umum bagi sekalian ahli kubur ; dan kalau kita hendak tentukan do'a lain untuk ibu-bapa saja, boleh kita kerjakan di rumah, atau boleh kita kerjakan di situ juga dengan tidak perlu hampir ke kuburnya.
Sebagaimana Rasulullah tidak menentukan kuburan buat di ziarah, begitu juga tidak ada riwayat yang shah tentang Rasulullah menentukan waqtu bagi ziarah kubur.
Oleh sebab itu, sepatutnya jangan kita menentukan kubur ibu-bapa atau kubur keramat atau menentukan hari untuk ziarah itu.
Menyimpang dari Sunnah Rasul di dalam hal 'ibadat itu memang berarti menyimpang kepada jalan yang tidak baik. Maka ziarah kubur dengan menentukan kubur ibu-bapa atau kubur keramat atau lain-lainnya, serta dengan lnenentukan tanggal 1 Syauwal itu, perbuatan yang salah, tidak menurut sunnah Rasul. Adapun memasang mercon atau petasan di kubur itu, bukan perbuatan orang Islam, bahkan barangkali jarang dibuat oleh Majusi ; apalagi memasang mercon dengan i'tiqad hendak membangunkan ahli kubur, maka hal ini lebih daripada kesesatan Majusi. 1)

Design by Abdul Munir | Edited By Djava.Jr | Supported By VanLou