Sunday, June 16, 2013

BELAJAR MENJADI MANUSIA "TANSAH ELING"



Perjalan hidup manusia untuk mencapai posisi paling tinggi adalah ketika manusia belajar menjadi insan yang selalu ingat kepada Gusti Allah. Manusia inilah yang disebut dzâkirûn atau dzâkirîn. Selalu ingat, dalam bahasa Jawanya ialah tansah éling (émut). Inilah yang dulu senantiasa dikumandangkan oleh saudara-saudara kita dari kalangan penghayat dan pengamal kepercayaan. Itulah cita-cita manusia yang tertinggi.
Mengapa selalu ingat kepada Gusti Allah disebut posisi tertinggi? Karena, orang yang senantiasa ingat kepada Gusti Allah adalah orang yang sudah melupakan egonya. Orang yang sudah tidak lagi memberikan tempat bagi egonya atau kepentingannya sendiri. Hal semacam ini tentu saja bukanlah hasil dari potong kompas. Manusia untuk dapat menjadi orang yang senantiasa mengingat-Nya merupakan hasil sebuah proses yang panjang.
Proses itu alami. Artinya mengikuti hukum Ilahi yang telah ditetapkan di alam ini. Tapi, mengapa kita perlu belajar bila proses itu alami? Ya, agar kita dapat memasuki proses yang kita kehendaki. Mau pintar? Kita harus rajin belajar, dan harus banyak meng-iqra. Ini sebuah proses! Bahwa kita sudah banyak belajar dan iqra tapi belum pintar, itu karena ada faktor-faktor lain yang ikut memengaruhi yang harus dibereskan lebih dahulu. Makanya, posisi “dzâkir” itu di puncak perjalanan hidup.
Sebagaimana kita ketahui bahwa mengingat sendiri merupakan sebuah proses. Apalagi untuk mengingat hal-hal tertentu. Dan, biasanya yang diingat-ingat itu yang ada kaitannya dengan kepentingan kita. Sedangkan kebutuhan kita kepada Gusti Allah justru merupakan kepentingan yang ditanamkan oleh lingkungan kita. Inilah yang membuat zikir dalam kehidupan sehari-hari hanya merupakan rutinitas.
Untuk memahami sebuah proses zikir atau mengingat Allah itu, Alquran memberikan tuntunan. Sulit kiranya kita mengetahui Allah secara langsung, tanpa proses. Padahal, untuk mengingat sesuatu itu kita harus melihat atau mengetahuinya lebih dulu. Kita bisa mengingat wajah teman kita bila kita biasa bertemu dengannya. Kita bukan hanya memerhatikan rupanya, tapi juga suara, gaya, dan tertawanya. Makin banyak tanda-tanda yang kita ketahui akan semakin mudah mengingatnya.
Untuk mengingat Allah pun demikian. Kita harus kenali ciri-ciri-Nya, yaitu sifat, asma dan faal-Nya. Tanpa mengenali hal-hal tersebut, mustahil kita dapat mengingat-Nya. Oleh karena itu, menurut Alquran, yang perlu dikenali dulu ialah faal atau af’al Gusti Allah yang berupa kenikmatan yang dilimpahkan kepada kita.
Design by Abdul Munir | Edited By Djava.Jr | Supported By VanLou